Senin, 20 Juli 2009

KDRT


KDRT atau kekerasan dalam rumah tangga bukan lagi isu baru yang ada di dalam masyarakat. Bisa dikatakan kasus ini sudah menjadi kasus klasik yang belum ada penyelesaiannya malah bertambah secara signifikan setiap tahunnya. KDRT sendiri merupakan kekerasan yang dilakukan oleh anggota keluarga sendiri kepada anggota keluarga lainnya entah itu orang tua ke anak, kakak ke adik, suami ke istri maupun sebaliknya.


Kebanyakan orang berpendapat bahwa pemicu utama terjadinya KDRT terhadap istri adalah kondisi ekonomi suatu keluarga. Namun sekarang KDRT tidak hanya terjadi pada keluarga yang kondisi ekonominya buruk, di dalam keluarga menengah sampai atas pun sering ditemukan kasus seperti ini.


Sebagai suami (pihak yang sering menjadi pelaku KDRT) seharusnya bisa menerima kelebihan maupun kekurangan pasangannya, begitu pun sebaliknya sang istri (pihak yang sering menjadi korban KDRT) lebih menghargai pasangannya. Mungkin melalui pendekatan agama dan sikap saling menghargai antar individu kekerasan ini bisa berkurang.

Jangan Biarkan KDRT Merajalela

KDRT berlangsung sudah sejak dulu dan sampai sekarang masih sering terjadi. Mungkin bagi sebagian orang tidak aneh lagi ketika mendengar kasus KDRT seperti di atas. KDRT pun kerap kali dilakukan oleh laki-laki, sementara yang menjadi korbannya adalah wanita. Kasus KDRT tidak pandang bulu bisa saja dialami oleh wanita yang terkenal, tidak terkenal, wanita kaya atau miskin di negara ini. Masalah ini pun terjadi di mana saja dan tentu saja dapat menimpa setiap orang. KDRT sendiri tidak hanya berbentuk fisik, tapi juga psikis, penelantaran, dan seksual.
Dari penelitian independen yang dilakukan salah satu oraganisasi ternama di Indonesia ditemukan bahwa hanya 21% wanita merasa yakin untuk mencari bantuan dari pihak berwenang seperti polisi dan hanya 14% yang akan mencari kelompok dukungan saat diperlukan. Kurang dari setengah jumlah tersebut akan mengadu pada keluarga mereka. Bagaimanapun, 59 % wanita mengklaim bahwa apabila mengalami kekerasan dalam rumah tangga mereka akan mencari bantuan dari seorang teman.
Sebenarnya bagi para korban KDRT tidak perlu merasa takut untuk melaporkan kasus seperti ini ke pihak yang berwajib karena sejak tahun 1998 Indonesia telah memiliki KOMNAS Perempuan. Dimana lembaga ini khusus menangani masalah – masalah perempuan. Selain itu, Indonesia pun telah memiliki Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan.
Kedua hal di atas diharapkan dapat mengikis kekerasan terhadap perempuan. Jadi bagi para korban KDRT atau mungkin memiliki teman yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga segeralah melakukan penyelamatan diri dengan melaporkan kepada pihak yang berwenang. Karena jika wanita yang menjadi korban tidak membela harga dirinya sendiri, maka si pelaku akan merasa senang dan mungkin terus-menerus melakukan kekerasan itu berulang kali.
Kekerasan terhadap perempuan seharusnya tidak hanya menjadi masalah domestik yang hanya dihadapi oleh perempuan saja, namun harus menjadi masalah publik. Laki-laki (yang sebagian besar menjadi pelaku KDRT) diharapkan dapat lebih menggunakan hati nurani dalam memperlakukan semua wanita di masyarakat. Marilah kita bersama-sama melawan kekerasan dalam rumah tangga! Jangan biarkan KDRT merajalela!

Oknum Hukum oun Bisa melakukan KDRT

Kejaksaan Serius Tangani Perkara KDRT Jaksa Pr
Jumat, 19 Juni 2009 12:06 WIB Peristiwa Hukum/Kriminal

Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan menyatakan sudah menangani perkara jaksa senior, Pr, yang dilaporkan telah melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap istrinya, NI, secara serius.

"Kejari Jaksel telah menangani perkara secara proporsional dan profesional, dan telah membacakan tuntutan pidana atas jaksa Pr dengan tuntutan dua tahun penjara agar dia masuk tahanan," kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jaksel, Setia Untung Arimuladi, di Jakarta, Jumat.

Sebelumnya dilaporkan, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengakui pernah menerima laporan adanya jaksa senior berinisial Pr, melakukan tindakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Istri dari jaksa Pr, NI yang juga bekerja di bagian Pembinaan Kejagung dan anaknya, DAB, mengadukan ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengenai adanya tindak KDRT yang dialaminya. DAB sendiri merupakan anak tirinya.

Kemudian, SS yang mengaku juga sebagai istri dari jaksa Pr melaporkan juga ke LBH Apik mengenai adanya KDRT yang dialaminya. SS melaporkan kasus tersebut ke LBH Asosiasi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan (LBH APIK). Kajari Jaksel menyatakan jaksa Pr dikenai Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 23 tahun 2004 tentang KDRT.

"Pada 17 Juni 2009, dia mengajukan pembelaan, dia (jaksa Pr) akan maju ke sidang berikutnya pada 24 Juni 2009 di Pengadilan Negeri (PN) Jaksel," katanya. Ia juga membantah adanya pernyataan bahwa jaksa yang menangani perkara tersebut, telah mengubah isi dakwaan. "Itu tidak benar," katanya. Dari hasil kesaksian selama persidangan, anak tiri jaksa Pr, DAB mengakui bahwa korban atau ibunya tertimpa oleh besi untuk alat olahraga."Jaksa akan menanggapi pledoi yang bersangkutan," katanya.

Berdasarkan informasi jaksa Pr, saat ini menjabat sebagai salah satu pejabat yang berada di Kapusdiklat Kejagung dengan pangkat eselon III.

Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Jasman Pandjaitan menyatakan sepengetahuan dirinya jaksa itu pernah dipermasalahkan oleh istrinya, SS, karena berbuat selingkuh dengan wanita saat jaksa PR bertugas di Kejaksaan Negeri (Kejari) Gorontalo."

Jaksa Pr itu pejabat eselon III," katanya.

Kapuspenkum menyatakan pihaknya pada Desember 2008 menerima telepon dari penyidik yang menangani perkara KDRT tersebut, apakah harus mendapat izin untuk menyidik jaksa senior itu."Kemudian jaksa agung menyatakan silakan disidik," katanya. (*)